Dosen sekaligus peneliti yang bekerja di laboratoriom Information Theory and Signal Processing, Japan Advanced Institute of Science and Technology, di Jepang ini adalah lulusan dari Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung dengan
predikat cum laude di tahun 2000. Ia kemudian meraih gelar master dari
Nara Institute of Science and Technology (NAIST) pada tahun 2005 dan
gelar doktor pada tahun 2008 di kampus yang sama. Pada tahun 2006, ia
juga pernah menerima IEEE Best Student Paper Award of IEEE Radio and
Wireless Symposium (RWS), di California. Khoirul juga mendapat
penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat
Jenderal RI Osaka pada tahun 2007.

Putra dari pasangan (almarhum) Sudjianto dengan Siti Patmi itu, tak
pernah lupa dengan asalnya. Hasil royalti paten pertamanya itu ia
berikan untuk ibunya yang kini hidup bertani di Kediri. Khoirul Anwar
lahir pada 22 Agustus 1978 di Kediri, Jawa Timur. Ayahnya meninggal
karena sakit saat ia baru lulus SD tahun 1990. Ibunyalah kemudian yang
berusaha keras menyekolahkannya. Untuk menyelesaikan S1 nya, ia berhasil
mendapatkan beasiswa selama 4 tahun secara berturut-turut. Bahkan ia
berhasil mendapatkan beasiswa S2 dari Panasonic, dan beasiswa S3 dari
perusahaan Jepang.
Bersama istrinya, Sri Yayu Indriyani dan tiga putra tercintanya,
Khoirul tinggal di Nomi, Ishikawa, tak jauh dari tempat kerjanya. Meski
berprestasi cemerlang di Jepang, namun Khoirul menyimpan keinginan untuk
kembali ke Indonesia suatu hari nanti.
Penemuan 4G
INSPIRASI besar memang bisa datang dari mana saja, termasuk dari film
animasi untuk anak-anak. Anda mungkin tak pernah mengira, sebuah film
anime Jepang ternyata bisa mengilhami penemuan penting yang merevolusi
anggapan tak terpatahkan di jagat transmisi telekomunikasi nirkabel.
Tapi cerita itulah yang terjadi pada diri Khoirul Anwar,
dosen sekaligus peneliti asal Indonesia yang bekerja di laboratoriom
Information Theory and Signal Processing, Japan Advanced Institute of
Science and Technology, di Jepang.
Saat terdesak karena harus mengajukan tema penelitian untuk
mendapatkan dana riset, Khoirul memeras otaknya. Akhirnya ide itu muncul
juga dari Dragon Ball Z, film animasi Jepang yang kerap ia tonton.
Ketika Goku, tokoh utama Dragon Ball Z, hendak melayangkan jurus
terdahsyatnya, ‘Genki Dama’ alias Spirit Ball, Goku akan menyerap semua
energi mahluk hidup di alam, sehingga menghasilkan tenaga yang luar
biasa.
“Konsep itu saya turunkan formula matematikanya untuk diterapkan pada penelitian saya,” kata Khoirul, kepada VIVAnews melalui surat elektroniknya, Jumat 13 Agustus 2010.
Maka inspirasi itu kini mewujud menjadi sebuah paper bertajuk “A Simple Turbo Equalization for Single Carrier Block Transmission without Guard Interval.”

Khoirul memisalkan jurus Spirit Ball Goku sebagai Turbo Equalizer
(dekoder turbo) yang mampu mengumpulkan seluruh energi dari blok
transmisi yang ter-delay, maupun blok transmisi terdahulu, untuk
melenyapkan distorsi data akibat interferensi gelombang.
Asisten Profesor berusia 31 tahun itu dapat mematahkan anggapan yang
awalnya ‘tak mungkin’ di dunia telekomunikasi. Kini sebuah sinyal yang
dikirimkan secara nirkabel, tak perlu lagi diperisai oleh guard interval
(GI) untuk menjaganya kebal terhadap delay, pantulan, dan interferensi.
Turbo equalizer-lah yang akan membatalkan interferensi sehingga
receiver bisa menerima sinyal tanpa distorsi.
Dengan mengenyahkan GI, dan memanfaatkan dekoder turbo, secara
teoritis malah bisa menghilangkan rugi daya transmisi karena tak perlu
mengirimkan daya untuk GI. Hilangnya GI juga bisa diisi oleh parity bits
yang bisa digunakan untuk memperbaiki kesalahan akibat distorsi (error
correction coding).
“GI sebenarnya adalah sesuatu yang ‘tidak berguna’ di receiver selain
hanya untuk menjadi pembatas. Jadi mengirimkan power untuk sesuatu yang
‘tidak berguna’ adalah sia-sia,” kata Khoirul.
Gagasan ini sendiri, dikerjakan Khoirul bersama Tadashi Matsumoto,
profesor utama di laboratorium tempat Khoirul bekerja. Saat itu ia dan
Tadashi hendak mengajukan proyek ke Kinki Mobile Wireless Center.
Setelah menurunkan formula matematikanya secara konkrit, Khoirul meminta rekannya Hui Zhou, untuk membuat programnya.
Metode ini bisa dibilang mampu memecahkan problem transmisi nirkabel.
Apalagi ia bisa diterapkan pada hampir semua sistem telekomunikasi,
termasuk GSM (2G), CDMA (3G), dan cocok untuk diterapkan pada sistem 4G
yang membutuhkan kinerja tinggi dengan tingkat kompleksitas rendah.
Ia juga bisa diterapkan Indonesia, terlebih di kota besar yang punya
banyak gedung pencakar langit, maupun di daerah pegunungan. Sebab di
daerah tadi biasanya gelombang yang ditransmisikan mengalami pantulan
dan delay lebih panjang.

Tak heran bila temuan ini membesut penghargaan Best Paper untuk
kategori Young Scientist pada Institute of Electrical and Electronics
Engineers Vehicular Technology Conference (IEEE VTC) 2010-Spring yang
digelar 16-19 Mei 2010, di Taiwan.
Kini hasil temuan yang telah dipatenkan itu digunakan oleh sebuah
perusahaan elektronik besar asal Jepang. Bahkan teknologi ini juga
tengah dijajaki oleh raksasa telekomunikasi China, Huawei Technology.
Awal Pendidikan Khoirul Anwar
Ini bukan sukses pertama bagi Khoirul. Pada 2006, pria asal Kediri,
Jawa Timur itu juga telah menemukan cara mengurangi daya transmisi pada
sistem multicarrier seperti Orthogonal frequency-division multiplexing
(OFDM) dan Multi-carrier code division multiple access (MC-CDMA).
Caranya yaitu dengan memperkenalkan spreading code menggunakan Fast Fourier Transform
sehingga kompleksitasnya menjadi sangat rendah. Dengan metode ini ia
bisa mengurangi fluktuasi daya. Maka peralatan telekomunikasi yang
digunakan tidak perlu menyediakan cadangan untuk daya yang tinggi.
Belakangan, temuan ini ia patenkan. Teknik ini telah dipakai oleh
perusahaan satelit Jepang. Dan yang juga membuatnya membuatnya kaget,
sistem 4G ternyata sangat mirip dengan temuan yang ia patenkan itu.
Namun, putra dari pasangan (almarhum) Sudjianto dengan Siti Patmi
itu, tak pernah lupa dengan asalnya. Hasil royalti paten pertamanya itu
ia berikan untuk ibunya yang kini hidup bertani di Kediri. “Ini adalah
sebagai bentuk penghargaan saya kepada orang tua, terutama Ibu,”
katanya.
Ayah Khoirul meninggal karena sakit, saat ia baru lulus SD pada 1990.
Ibunyalah kemudian berusaha keras menyekolahkannya, walaupun kedua
orang tuanya tidak ada yang lulus SD.
Sejak kecil, Khoirul hidup dalam kemiskinan. Tapi ada saja jalan
baginya untuk terus menuntut ilmu. Misalkan, ketika melanjutkan SMA di
Kediri, tiba-tiba ada orang yang menawarkan kos gratis untuknya.
Saat ia meneruskan kuliah di ITB Bandung,
selama 4 tahun ia selalu mendapatkan beasiswa. “Orang tua saya tidak
perlu mengirimkan uang lagi,” kata Khoirul mengenang masa lalunya.
Otaknya yang moncer terus membawa Khoirul ke pendidikan yang tinggi.
Ia mendapatkan beasiswa S2 dari Panasonic, dan selanjutnya beasiswa
S3 dari perusahaan Jepang. “Alhamdulillah, meski saya bukan dari
keluarga kaya, tetap bisa sekolah sampai S3. Saya mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada semua pemberi beasiswa.” katanya.
Khoirul Anwar Tidak lupa Indonesia
Sukses di negeri orang tak membuatnya lupa dengan tanah kelahiran.
“Suatu saat saya juga akan tetap pulang ke Indonesia. Setelah meraih
ilmu yang banyak di luar negeri,” kata Khoirul.
Di luar kehidupannya sebagai seorang periset, Khoirul juga mengajar
dan membimbing mahasiswa master dan doktor. Kedalaman pengetahuan agama
pria yang sempat menjadi takmir masjid di SMA-nya itu, juga membawanya
sering didaulat memberi ceramah agama di Jepang, bahkan menjadi Khatib
shalat Iedul Fitri.

Tak hanya itu, Khoirul juga kerap diundang memberikan kuliah
kebudayaan Indonesia. “Keberadaaan kita di luar negeri tak berarti kita
tidak cinta Indonesia, tapi justru kita sebagai duta Indonesia,” kata
dia.
Selama mengajar kebudayaan Indonesia, ia banyak mendengar berbagai
komentar tentang tanah airnya. Ada yang memuji Indonesia, tentu, ada
pula yang menghujat. Untuk yang terakhir itu, ia biasanya menjawab dalam
bahasa Jepang: Indonesia ha mada ganbatteimasu (Indonesia sedang
berusaha dan berjuang).
Keluarga Khoirul Anwar
Kini, Khoirul
tinggal di Nomi, Ishikawa, tak jauh dari tempat kerjanya, bersama
istrinya, Sri Yayu Indriyani, dan tiga putra tercintanya. “Semua anak
saya memenuhi formula deret aritmatika dengan beda 1.5 tahun,” Khoirul
menjelaskan.
Yang paling besar lahir di Kawasaki, Yokohama, berusia 7 tahun. Yang
kedua lahir di Nara berusia 5,5 tahun, dan ketiga juga lahir di Nara,
kini berusia 4 tahun. Ia tak sependapat dengan beberapa rekan Jepangnya,
yang mengatakan kehadiran keluarga justru akan mengganggu risetnya.
Baginya keluarga banyak memberikan inspirasi dalam menemukan ide-ide
baru. “Belakangan ini saya berhasil menemukan teknik baru dan sangat
efisien untuk wireless network saat bermain dengan anak-anak,” katanya.

Malahan, Khoirul sering mengajak anak-anaknya melakukan riset
kecil-kecilan di rumahnya. Bersama anak-anaknya pula, Khoirul sering
menyempatkan waktu menonton bersama, terutama film animasi kegemarannya:
Dragon Ball Z, Kungfu Panda, Gibli, atau Detektif Conan.
“Film animasi mengajarkan anak kita nilai yang harus kita pahami
dalam kehidupan,” kata Khoirul. Film animasi Gibli, misalnya, banyak
bercerita bagaimana seharusnya manusia bisa bersahabat dengan alam,
tidak merusaknya, serta mencintai mahluk hidup.
Bahkan ide dan semangat baru terkadang muncul dari menonton film. Misalnya nilai kehidupan yang dia petik dari film Kungfu Panda: ‘There is no secret ingredient, just believe’.
“Nilai ini saya artikan bahwa tidak ada rahasia sukses, percayalah
bahwa apapun yang kita kerjakan bisa membuat kita sukses.” kata Khoirul.
0 komentar:
Posting Komentar